Salah satu kesalahan berbahaya yang sering dilakukan penulis adalah terjebak "kecenderungan pada gaya yang sama" sehingga membuat tulisan terasa kurang kreatif.
Pada tips kepenulisan sebelumnya saya membahas tentang begitu banyaknya penulis yang menulis kata 'aku' berulang ulang dalam satu kalimat atau kata 'Anda, atau kata sama lainnya berkali-kali.
Ternyata, jika kita perhatikan lebih jauh, selain sering mengulang kata yang sama, penulis juga sering melakukan kesalahan yang sama karena ia sudah terjebak pada 'kecenderungan pada gaya yang sama."
Karena ini sudah masuk dalam alam tidak sadar dan menjadi style, kecenderungan memakai gaya yang sama ini akan dilakukan dan dilakukan lagi sehingga tulisan menjadi monoton.
Ada beberapa kecenderungan yang sering muncul (dari yang saya lihat di KBM) atau bahkan diri saya sendiri.
Kecenderungan memakai kata ulang
"Saya sudah berkali-kali mengatakan padanya untuk jangan pernah mencoba-coba untuk bermain main dengan keputusan saya."
Pada kalimat ini si penulis tanpa sadar punya kecenderungan memakai kata ulang dan juga memakai kata untuk sebagai penghubung.
Kecenderungan memakai kata sambung/ penghubung yang berulang
Ketika menulis artikel ini saya bahkan melakukannya, awalnya saya menulis:
Sampai disini bukan masalah, sampai kemudian ia melakukan gaya yang sama lagi (tanpa sadar memakai dua kata sampai)
lalu ketika mengedit saya mengubah:
Sampai disini bukan masalah, akan tetapi ia melakukan gaya yang sama lagi
Saya juga kembali melakukan kecenderungan yang sama dalam memakai yang ketika menulis artikel ini.
Awalnya saya menulis:
Salah satu kesalahan yang berbahaya yang dilakukan penulis adalah;
Ketika baca ulang, saya sadar saya terjebak pada 'kecenderungan pada gaya yang sama' dalam memakai 'yang'
maka akhirnya saya mengedit dan menulis:
Salah satu kesalahan berbahaya yang sering dilakukan penulis adalah (yang nya hilang satu)
Kesadaran akan kecenderungan ini membuat kita jadi aware.
Kecenderungan menggunakan penekanan
Saya pernah membaca salah satu karya yang disiapkan menjadi novel
Kalimatnya begini:
Mereka melewati kuil suci, kuil tempat diadakannya doa untuk acara-acara besar dan keadaan penting.
Sampai disini bukan masalah, akan tetapi ia (si penulis) melakukan gaya yang sama lagi
Penjaga menyiapkan senjata, senjata terbaik yang mereka punya.
Lalu ada kalimat lagi
Penduduk berlarian ke dalam lubang perlindungan, lubang yang memang disiapkan sejak lama .
Lihat kesalahannya. Si penulis cenderung mengulang kata untuk penekanan dari satu kalimat ke kalimat lainnya.
Setelah diteliti, dalam satu halaman saja ada belasan hal (gaya) yang sama yang dilakukannya.
Ada juga member dari KBM Tangerang yang cenderung pakai bukan - karena
Jadi gue udah bisa dipanggil anak Belantara. Bukan karena gue tinggal di hutan yang jauh dari peradaban kota, melainkan gue udah sah menjadi anggota Bengkel Langit Sastra.
dikalimat lain juga begitu
Dia diberi gelar “Garuda Idaman” oleh teman-teman sekelasnya. Bukan karena dia pandai terbang seperti burung garuda atau diharapkan menjadi pengganti lambang Republik Indonesia. Tapi karena dia adalah mahasiswa teraktif dikelasnya
Kasus ini sebenarnya sama dengan mengulang-ulang kata aku, saya, Anda dll, tapi dalam bentuk yang lebih kompleks.
Bayangkan saja dalam artikel yang sedikit ini saja saya melakukan kesalahan gaya monoton beberapa kali.
Nah tugas kita adalah menemukan kecenderungan kita dalam melakukan gaya yang sama, dan dengan menemukan kelemahan sendiri, kita tidak lagi terjebak pada gaya yang sama dan membuat penulisan menjadi monoton.
Sumber: KBM (Komunitas Bisa Menulis)/Isa Alamsyah
Thanks for reading & sharing SURALAGA ONLINE
0 komentar:
Posting Komentar